Tentang Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
kotaku
Program
KOTAKU merupakan salah satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta
Karya dalam percepatan penanganan permukiman kumuh dan mendukung
“Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum, 0
persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.
Sebagaimana
arah kebijakan pembangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk
membangun sistem, fasilitasi pemerintah daerah dan fasilitasi komunitas
(berbasis komunitas) maka KOTAKU akan menangani kumuh dengan membangun platform kolaborasi melalui peningkatan peran pemerintah daerah dan peran masyarakat.
KOTAKU
dilaksanakan di 34 provinsi, yang tersebar di 269 kabupaten/kota, pada
11.067 desa/kelurahan. Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kumuh yang
ditetapkan oleh kepala daerah masing-masing kabupaten/kota, permukiman
kumuh yang berada di lokasi sasaran Program KOTAKU adalah seluas 24.650
Hektare.
Sebagai
implementasi percepatan penanganan kumuh, KOTAKU akan melakukan
peningkatan kualitas, pengelolaan serta pencegahan timbulnya permukiman
kumuh baru, dengan kegiatan-kegiatan pada entitas desa/kelurahan,
kawasan dan kabupaten/kota. Kegiatan penanganan kumuh ini meliputi
pembangunan infrastruktur serta pendampingan sosial dan ekonomi untuk
keberlanjutan penghidupan masyarakat yang lebih baik di lokasi
permukiman kumuh.
Tahapan
pelaksanaan KOTAKU meliputi tahapan pendataan, dimana lembaga
masyarakat di desa/kelurahan yang bernama Badan/Lembaga Keswadayaan
Masyarakat (BKM/LKM), sudah melakukan pendataan kondisi awal (baseline) 7
indikator kumuh di desa/kelurahan masing-masing. Setelah itu, disusun
dokumen perencanaan yang terintegrasi antara dokumen perencanaan
masyarakat dengan dokumen perencanaan kabupaten/kota. Hasil perencanaan
ini menentukan kegiatan prioritas untuk mengurangi permukiman kumuh dan
mencegah timbulnya permukiman kumuh baru, yang akan dilaksanakan, baik
oleh masyarakat atau oleh pihak lain yang memiliki keahlian dalam
pembangunan infrastruktur pada entitas kawasan dan kota.
Monitoring
dan evaluasi akan dilakukan secara berkala guna memastikan ketepatan
kualitas dan sasaran kegiatan, sehingga dapat membantu percepatan
penanganan permukiman kumuh. Kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas
untuk pemerintah daerah dan masyarakat akan dilakukan bersama tahapan
kegiatan. Termasuk mendorong perubahan perilaku dalam pemanfaatan dan
pemeliharaan sarana prasarana dasar permukiman.
Program
ini telah disosialisasikan kepada pemerintah daerah pada 27 April 2016
bertempat di Jakarta. Karena, BKM sudah berpengalaman dalam melakukan
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan. Untuk
itu, diharapkan peran BKM akan menjadi faktor yang dapat mempercepat
tercapainya permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Dan peran BKM
ini di-“revitalisasi” terlebih dahulu, dimana sebelumnya berorientasi
pada penanggulangan kemiskinan, kini berorientasi ke penanganan kumuh.
Sumber
pembiayaan KOTAKU berasal dari pinjaman luar negeri lembaga donor,
yaitu Bank Dunia (World Bank), Islamic Development Bank, dan Asian
Infrastructure Investment Bank. Selain itu juga kontribusi pemerintah
daerah, melalui APBD maupun swadaya masyarakat, akan menjadi satu
kesatuan pembiayaan guna mencapai target peningkatan kualitas kumuh yang
diharapkan.
Tujuan
umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan
pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan guna mendukung terwujudnya
permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.
Dalam tujuan umum tersebut terkandung dua maksud, yakni pertama, memperbaiki akses masyarakat terhadap infrastruktur dan fasilitas pelayanan di permukiman kumuh perkotaan. Kedua,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perkotaan melalui pencegahan
dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, berbasis masyarakat dan
partisipasi pemerintah daerah.
Oleh
karenanya penjabaran atas tujuan program, adalah memperbaiki akses
masyarakat terhadap infrastruktur permukiman sesuai dengan 7 + 1
indikator kumuh, penguatan kapasitas pemerintah daerah untuk
mengembangkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan (stakeholder), dan memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood).
Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bangunan Gedung
- Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk
- kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang
- ketidaksesuaian dengan persayaratan teknis sistem struktur, pengamanan petir, penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan bahan bangunan
2. Jalan Lingkungan
- Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan aman dan nyaman
- Lebar jalan yang tidak memadai
- Kelengkapan jalan yang tidak memadai
3. Penyediaan Air Minum
- Ketidaktersediaan akses air minum
- Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu
- Tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standar kesehatan
4. Drainase Lingkungan
- Ketidakmampuan mengalirkan limpasan air hujan
- Menimbulkan bau
- Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan
5. Pengelolaan Air Limbah
- Ketidaktersediaan sistem pengelolaan air limbah
- Ketidaktersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku
- Tercemarnya lingkungan sekitar
6. Pengelolaan Persampahan
- Ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan
- Ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan
- Tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah
7. Ruang Terbuka Publik
- Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH)
- Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non hijau/ruang terbuka publik (RTP)
8. Pengamanan Kebakaran
- Ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif
- Ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai
- Ketidaktersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran